Orang Indonesia bilang tahun 2014 adalah tahun politik. Tak dapat disangkal bahwa tahun ini benar-benar menjadi tahun yang penuh dengan gejolak politik. Tak hanya para elite politik, masyarakat sipil yang sebelumnya tak paham dan tak mau tahu soal politik pun ikut berdinamika dalam dunia perpolitikan Indonesia. Gairah untuk mengikuti perkembangan dunia politik Indonesia tahun 2014 boleh dikatakan persentasinya naik (pendapat sendiri).
Euforia untuk terjun dan mengikuti perpolitikan Indonesia tentu tak lepas dari satu tokoh fenomenal yaitu Jokowi – sejak beliau dinyatakan resmi sebagai calon presiden Indonesia. Sadar atau tidak memang Jokowi lah yang menginspirasi, mengundang gejolak, menggairahkan batin dan jiwa seantero masyarakat Indonesia, terutama kalangan menengah ke bawah, untuk ambil bagian dalam ritme perpolitikan Indonesia tahun 2014. Jokowi yang bernama lengkap Joko Widodo, adalah man of the match nya kalau kita pinjam istilah dunia sepak bola.
Tahun politik Indonesia. Mula-mula masyarakat Indonesia dihadapkan pada pemilihan legislatif yang berlangsung pada tanggal 9 April. Selanjutnya masyarakat berdinamika lagi dalam Pilpres yang berlangsung pada tanggal 9 Juli. Waktu setelah pemilu legislatif sampai hari H pilpres adalah masa yang seru, manakala hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden – nomor urut 1 untuk Prabowo-Hatta dan nomor urut 2 untuk Jokowi-JK. Jual beli serangan bak permainan sepak bola sangat menguras tenaga dalam masa-masa kampanye. Masyarakat diibaratkan penonton, juga dibuat tegang. Kendati demikian, pada akhir pertandingan hanya ada satu pemenang dan pasangan nomor urut 2 – Jokowi-JK lah yang menang setelah KPU mengumumkan hasil perhitungannya secara resmi.
Tak hanya sampai di sini, gejolak politik masih terus berlanjut meski hasil perhitungan KPU sudah final. Masyarakat digiring ke tahap penggugatan hasil Pilpres di Mahkama Konstitusi (MK) oleh kubu yang kalah (baca: pasangan Prabowo-Hatta). Hasil dari gugatan ini ya tetap kalah juga (hadeww cuape dech pak). MK menolak gugatan yang resmi diputuskan pada tanggal 22 Agustus 2014.
Lagi-lagi cerita belum berakhir sampai di sini. Kini masyarakat kembali dibuat melek kalah isu pemilihan kepala daerah (Bupati, Walikota dan Gubernur) yang akan dilakukan oleh DPR benar-benar menjadi keputusan final dalam sidang paripurna DPR tanggal 25 September 2014. Palu sudah diketok (seandainya diketokkan di kepala ketua DPR nya). Artinya ke depan Pilkada akan dilakukan oleh DPR. Dan karena putusan ini, masyarakat luas merasa diperdaya secara sistimatis, massif dan membahayakan. Alhasil muncul beragam tanggapan di berbagai media yang pada intinya bahwa hak demokrasi masyarakat telah dikebiri oleh putusan ini.
Presiden SBY yang nota bene adalah hasil pemilihan langsung oleh rakyat, mejadi pribadi yang paling dibenci sejagat Indonesia. Beliau lantas mendapat julukan baru sebagai ‘Bapak Pilkada Tak Langsung’. Beliau bersama partainya – Partai Demokrat menjadi sasaran amukan masyarakat. Partai Demokrat juga dicap sebagai partai penipu dan pembohong besar rakyat Indonesia.
Dalam media sosial muncul has tag ini #ShameByYou#, #shameOnYouSBY#, #WelcomeMrLiar#.
Dari sekian banyak hujatan, makian dan sebagainya dalam media sosial, mungkin status ini yang perlu direnungkan bersama dan sepantasnya menjadi kata-kata penghiburan untuk masyarakat yang sampai detik ini masih memperjuangkan nasib Pilkada langsung.